Orang Tangguh Pantang Mengeluh

Keluh kesah dalam hidup adakalanya memang menjadi sebuah dinamika wajah kehidupan. Namun pantaskah bila anda terus terusan mengeluh? Ini adalah sebuh sebuah contoh nyata dalam hidup saya, seorang saudara saya mempunyai kebiasaan mengeluh, bila datang berkunjung kerumah, belum pernah saya lihat raut muka yang bahagia dan tanpa keluhan, mulai dari mengeluhkan kehidupanya, anaknya, istrinya dan lain sebagainya. Sebagai seorang saudara saya coba nasehati, memberi motivasi dan membantu apabila ada yang bisa dibantu, tetapi ternyata kebiasaan mengeluhnya tidak pernah hilang. Sulit memang jika merubah sebuah kebiasaan hidup yang penuh keluhan dan kecengengan. Bila saya amati ternyata semakin mengeluh semakin ada aja kesulitan lain yang membuatnya tak berhenti mengeluh. Memang demikianlah adanya semakin kita banyak mengeluh semakin banyak keluhan-keluhan lain karena hati sudah terasa sempit.

Ada sebuah cerita yang pernah saya baca, Suatu ketika datang seorang anak muda kepada seorang Bapak tua yang bijaksana. Langkahnya gontai air mukanya terlihat ruwet dan tampak seperti tak bahagia. Langsung menceritakan semua masalahnya pada Pak tua tersebut.

Pak tua yang bijak hanya mendengarkan dengan seksama, ia lalu mengambil segenggam garam dan meminta anak muda tersebut mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu kedalam segelas air dan diaduknya.

”Coba Minum ini, dan katakan bagai mana rasanya?” ujar Pak tua.

” Pahit....pahit sekali,” jawab jawab anak muda sambil meludahkannya kembali. Pak tua itu sedikit tersenyum. Ia lalu mengajak tamunya ini untuk berjalan ketepi telaga didalam hutan dekat tempat tinggalnya.

Sesampainya ditepian telaga yang tenang, Pak tua menaburkan segenggam garam ketelaga itu. Dengan segenggam kayu dibuatnya gelombang mengaduk-aduk air telaga.

”Coba, ambil air ditelaga ini lalu minumlah” Ujar pak tua. Saat si pemuda selesai mereguk air di telaga, Pak tua berkata lagi, ” Bagaimana rasanya?”

”Segar” sahut anak muda itu.

”Apakah kamu merasakan rasa garam di air tadi?” tanya Pak tua.

”Tidak” jawab si anak muda

Dengan bijak Pak tua menepuk-nepuk punggung anak muda itu lalu duduk berhadapan, bersimpuh disamping telaga itu.

”Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan layaknya segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama dan tetap akan sama” kata Pak tua.

”Akan tetapi kepahitan yang kita rasakan akan bergantung wadah yang kita miliki. Kepahitan itu akan didasarkan pada perasaan tempat kita meletakan segalanya. Itu semua tergantung pada hati kita. Jadi saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu”. Lanjut pak tua.

”Hatimu adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan dan mampu mengubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan.” Nasehat pak tua panjang lebar.

Demikianlah segala permasalah yang kita hadapi ibarat segenggam garam. Semuanya bergantung kebesaran hati untuk menampungnya, apabila hati kita lapang dan tenang seperti sebuah telaga semua masalah akan bisa kita pecahkan dengan mudah dan yang terpenting jangan dibiasakan mengeluh karena keluhan tidak akan memecahkan masalah. Untuk apa mengeluh karena kita telah diberi keleluasaan hati. Orang yang banyak mengeluh mencerminkan pribadi yang lemah, jadilah pribadi tangguh yang berati kuat, andal dan ulet dalam mengupayakan sesuatu, tidak mudah atau meyerah ketika menemui kendala. Hadapi semuanya dengan keteguhan jiwa dan kerendahan hati serta kuatkan motivasi diri. Jalan yang sukses di penuhi dengan orang-orang yang tangguh yang menjalaninya tanpa keluhan.Yakinkanlah pada diri sendiri bahwa anda tak mudah mengeluh, tidak akan mudah menyerah karena mengeluh dan menyerah hanya ada dalam diri seorang pecundang, mengeluh tidak ada dalam kamus seorang pemenang tangguh karena orang tangguh pantang mengeluh.

Comments